Bangga karena Tidak Bangga


“Ini karya anak bangsa! Mana kebanggaanmu?”
“Kapan karya anak bangsa dihargai kalau kalian sendiri tidak menghargai?”
“Kalau karya anak bangsa seperti ini hasilnya, aku lebih memilih tidak bangga!”

            Internet merupakan sebuah dunia digital yang penuh polemik. Sejak kemunculannya, media ini menawarkan banyak kemudahan bagi penggunanya, khususnya dalam bersuara. Bersuara merupakan hal yang sebelumnya langka untuk dilakukan pada rezim sebelum reformasi, khususnya pada orde baru, yang saya bayangkan jika nternet muncul pada saat itu maka internet yang kita kenal adalah internet yang benar secara politik atau politically correct dan internet yang bersih. Ya, bersih, apalagi untuk bagian forum dan komunikasi karena bersuara sedikit miring bisa-bisa “dibersihkan” baik dari internet maupun dunia nyata. Bersyukurlah, internet menawarkan kemudahan dalam bersuara, semua orang bebas bersuara mengungkapkan pendapatnya walau ya sedikit dibatasi agar orang lain pun nyaman. Toh, agar anda nyaman, saya juga nyaman, begitu bukan? Kembali ke polemik, internet merupakan corong untuk bersuara. Bebas, gratis (terlepas dari biaya akses), dan anonim. Semua hal didiskusikan di internet, mulai dari saran membeli baju hingga fanatik pada partai atau individu tertentu. Biasa saja, ada isu politik yang sedang hangat maka kehangatan itu akan mengundang orang untuk mendekati kehangatan, lalu mendebatkan apakah kehangatan ini terlalu panas, atau terlalu dingin? Apa yang menyebabkan ini hangat? Mengapa kita semua berkumpul di kehangatan ini? Anda siapa? Dan… seterusnya. Semuanya dapat diperdebatkan di internet, bahkan kiriman meminta amal pun terdapat perdebatan di dalam bagian komentarnya.
            Saya sendiri merupakan penggemar infrastruktur dan transportasi, dan mendapatkan tempat untuk hobi saya tersebut di sebuah forum di internet bernama skyscrapercity. Semua orang, mulai dari arsitek dan insinyur hingga rakyat biasa dapat bergabung di forum tersebut. Layaknya forum di internet, semuanya berdiskusi ringan. Terkadang menjalar ke diskusi hangat, lalu terjadi perdebatan mulai dari perdebatan logis hingga ke ad hominem. Lucu memang membayangkan reaksi orang di balik layar yang kalah dalam perdebatan maya. Salah satu hal yang saya pantau adalah mengenai pembangunan Terminal 3 di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, atau disingkat T3U (Ultimate). Aura diskusi di topik tersebut memang dari awal sedikit hangat, karena kritik untuk pengelola bandara banyak dilontarkan oleh peserta diskusi. Mulai dari kebersihan kamar mandi hingga perubahan skema warna yang tadinya berwarna cokelat sekarang menjadi putih, seperti “panuan” jika dikritik oleh pengguna forum. Wajar, semuanya masih hangat hingga muncul sebuah skema pembangunan bernama Terminal 3 Ultimate yang menambah jumlah terminal penumpang di bandara tersebut. Didesain oleh Woodhead, perusahaan arsitektur ternama kelas dunia, pembangunan dimulai pada tahun 2015 silam dengan konsep yang beraneka ragam (baca: inkonsisten, bagi pengguna forum), mulai dari The Gateway of Indonesia, Indonesia Menari, hingga menjadi bandara yang memunculkan unsur budaya Indonesia. Semuanya menantikan tahap demi tahap pembangunan, hingga mulai pembangunan pada tahap interior dan struktur. Mulai titik ini, semuanya mulai berubah dari sekadar forum diskusi menjadi forum tes nasionalisme.
            Seorang pengguna melontarkan kritik pada pilar yang terlalu gemuk karena dibungkus material ACP yang ketinggalan jaman. Diduga tidak terima, mulai ada kontra atas pernyataan kritik yang terlalu vokal hingga harus kehilangan haknya di forum tersebut. Sampai pada tahap interior, pengguna mengkritik penggunaan sistem pencahayaan yang “mirip stadion”, karpet berwarna murahan, desain furnitur yang “norak”, desain FIDS (Flight Information Display System) yang tidak intuitif, dan lain-lain. Kritik memang memunculkan pro dan kontra di dalam pernyataannya, namun lucunya kontrakritik selalu menggunakan kata kunci yang sama: karya anak bangsa. Semua kritik dianggap sebagai serangan atas usaha anak bangsa dalam berkarya di Indonesia, terkadang menampik fakta yang ada di lapangan serta membungkus pernyatannya dengan nasionalisme yang palsu atau tidak, hanya dia dan Tuhan yang tahu. Dari mana kata karya anak bangsa ini dilontarkan? Semua dimulai dari sang komisaris Angkasapura II selaku pengelola Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Rhenald Kasali. Menurut dia, ketika seseorang tidak mencintai T3U, maka cintanya pada karya bangsa belum sempurna (Kompas, 2016). Pembangunan T3U, merupakan karya anak bangsa yang ditangani oleh kontraktor lokal demi bangsa Indonesia, apapun hasilnya. Cintai itu dan jadilah nasionalis! Pengetahuan yang baru untuk saya atas masalah tersebut adalah: karya anak bangsa bisa menjadi alasan untuk memalingkan mata dari kelemahan dan terpaku pada keindahan dalam karya anak bangsa tersebut. Logis atau tidak, benar atau tidak, maka jadilah nasionalis!
Hore! Pembangunannya selesai, cepat sekali! Ini adalah karya anak bangsa yang memang didekasikan untuk kebutuhan masyarakat! Wow, kita punya taman air sekarang di dalam bandara, dipantau kamera keamanan canggih dan ratusan pegawai bandara! Bandara juga menyediakan sauna gratis bagi penumpang yang hendak diet, jadi kalau anda masih merasa kurang kurus dalam menelusuri T3U yang jauh ke mana-mana, maka bandara menyediakan sauna untuk anda. Aman? Aman, kan dipantau kamera keamanan serta lampu sorot yang menerangi semua sisi sehingga mengurangi niat untuk melakukan kejahatan. Kabar terakhir pada bulan Agustus lalu, terdapat air mancur di bagian kedatangan Bandara (Tribun Jateng, 2016).
            Bung, tahukah anda kalau kritik merupakan bentuk kecintaan pada karya anak bangsa karena kritikus bukanlah membenci karya anda tersebut, melainkan dia sangat mencintainya sehingga menginginkan sesuatu yang terus lebih baik dan semakin berkembang menjadi karya anak bangsa yang dapat dipamerkan kepada sesama anak bangsa, bahkan dunia. Layaknya orang tua, ketika orang tua mendeteksi sesuatu yang buruk pada anaknya maka orang tua tidak akan membiarkan anak tersebut karena dia adalah karya saya yang tidak mungkin cacat. Nasehati dia! Bimbing dia! Karena perubahan dimulai dari aksi, bukan mendustai kelemahan. Karya anak bangsa, layaknya pedang bermata dua yang dapat digunakan untuk membangkitkan semangat nasionalisme di tengah krisis identitas masyarakat akan Keindonesiaan mereka, namun jika dilakukan dengan salah maka menjadi sebuah senjata makan tuan yang menjauhkan orang dari rasa nasionalisme. Kelak, nasionalisme akan muncul dengan sendirinya ketika memang sebuah karya anak bangsa benar-benar berhasil dan membanggakan bagi orang yang ditujukan karyanya, yaitu masyarakat Indonesia.
Nasionalisme buta sama bahayanya dengan apatisme nasional.

Kompas. (2016, Agustus 11). Ini cerita Rhenald Kasali yang ikut awasi dimulainya operasional Terminal 3 baru. Bisniskeuangan.kompas.com. Diunduh dari: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2016/08/11/075842426/ini.cerita.rhenald.kasali.yang.ikut.awasi.dimulainya.operasional.terminal.3.baru
Tribun Jateng. (2016, Agustus 15). VIDEO detik-detik banjir di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta. Air muncul seperti air mancur. Jateng.tribunnews.com. Diunduh dari: http://jateng.tribunnews.com/2016/08/15/video-detik-detik-banjir-di-terminal-3-bandara-soekarno-hatta-air-muncul-seperti-air-mancur



0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author