Perhatikan Apa yang Jadi Tontonan!

          Siapa yang tidak tau film?! Saya yakin pasti semua tau film itu apa dan sering menonton film, namun bukan pengertian film yang ingin saya bahas, melainkan lebih pada perilaku yang ditimbulkan akibat konten-konten yang terdapat dalam film itu sendiri. Mungkin ada yang ingat sebuah kejadian memilukan yang kembali terjadi April tahun lalu, yak seorang anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar di Pekanbaru meninggal akibat dikeroyok teman-temannya. Menurut keterangan kepala SD Islam Yahya di Yayasan Zaidar Yahya Pasirpengaraian, Rokan Hulu, Riau, Hamsanah, korban bersama teman-temannya sedang menirukan salah satu adegan dalam sinetron yang ditayangkan salah satu stasiun televisi di Indonesia, “7 Manusia Harimau” pada jam istirahat. Usai kejadian tersebut tingkah laku Randa berubah dari anak yang dikenal aktif berubah menjadi anak yang pendiam tutur ayahnya, kondisi tersebut diperparah dengan kondisi fisik Randa yang ikut memburuk, ia menderita kelumpuhan akibat pengeroyokan itu. Segala macam pengobatan telah ditempuh guna kesehatan sang buah hati kembali, namun kondisi Randa tak kunjung membaik, ia mengalami kerusakan syaraf dan pada berselang 2 bulan dari kejadian tersebut Randa meninggal dunia.
Duka mengiringi kepergian Randa
          Kejadian yang menimpa Randa ini bukanlah suatu hal baru lagi, banyak Randa lain yang lebih dulu menjadi korban akibat meniru adegan yang mereka tonton. Yang paling saya ingat yaitu sebuah kejadian dimana pada 2006 silam banyak anak yang menjadi korban akibat menonton serta meniru adegan dalam tayangan "Smack Down". Sedikitnya ada tujuh kasus kekerasan yang ditengarai akibat tayangan tersebut dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia. Sebelum dihentikan, tontonan ini sempat pindah jam tayang. Namun, penggantian tersebut nampaknya tidak memberikan solusi karena telah banyak orang yang menggemari tontonan tersebut mulai dari kalangan dewasa hingga anak-anak.  
Logo Smack Down
          Pertama kali saya tau tayangan ini kalau medio 2006 silam, awalnya tidak muncul sedikitpun niatan untuk menyaksikan tayangan "Smack Down" ini, saya lebih doyan bermain layangan di sawah, kelereng/guli/gundu/apalah, main bola, bersepeda, mancing belut atau ikan, tentunya mancing keributan bukan termasuk dalam daftar kegemaran saya dulu. Namun, ada beberapa teman sepermainan yang gemar menonton tayangan ini, hal tersebut tampak dengan jelas ketika mereka menirukan gaya khas si pegulat, hafal nama-nama si pegulat, hingga meniru cara mereka bergulat. Lalu timbullah godaan untuk menonton tayangan ini akibat melihat tingkah mereka yang meniru beragam aksi si pegulat kegemaran yang terkesan "Gagah" jika mampu menirunya, akan tetapi usaha agar terlihat "Gagah" tersebut sia-sia karena nyatanya saya tidak tertarik sedikit pun menyaksikan mereka membanting dan memukul lawan-lawannya, nampaknya lebih gagah bermain layangan, memancing, dan lain-lain dari pada meniru adegan aneh seperti itu. Munculnya tindakan kekerasan pada anak-anak akibat sebuah tontonan menjadi sebuah "PR" besar bagi para orang tua dalam memilah tontonan yang layak bagi si buah hati agar tidak muncul korban baru akibat menonton tayangan yang tidak sesuai usia perkembangannya karena pada umumnya anak-anak suka meniru apa yang dilihat olehnya.
Kontrol orang tua terhadap tontonan buah hati
         Setiap hari berbagai stasiun televisi menyajikan beragam tayangan dengan konten kekerasan, percintaan, religi, hingga mistik. Begitu pula dengan berbagai liputan bencana alam, kerusuhan, hingga aksi kejahatan, yang ditonton oleh keluarga termasuk anak-anak. Membuat jadwal tontonan bagi buah hati merupkan salah satu solusi agar para orang tua dapat mendampingi buah hati menikmati tontonannya, dengan demikian orang tua dapat memberi pemahaman agar si buah hati tau mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang patut dicontoh dan mana yang tidak patut dicontoh.

Klasifikasi usia
          Kita pasti pernah melihat huruf di pojok atas atau bawah televisi kita saat menonton acara-acara tertentu, misalnya SU, D, R, dan A. Kode-kode tersebut bukan hanya hiasan melainkan klasifikasi sebagai acuan bagi orang tua untuk menentukan tontonan yang pantas ditonton bagi anaknya. Penayangan klasifikasi ini harus dipatuhi oleh seluruh lembaga penyiaran karena sudah diatur oleh undang-undang.

"Lembaga penyiaran wajib tunduk pada ketentuan penggolongan program siaran berdasarkan usia dan tingkat kedewasaan khalayak di setiap acara” (Pedoman Perilaku Penyiaran/P3 pasal 21 butir 1)"

         Penayangan kode klasifikasi usia ini memiliki peran penting bagi masyarakat agar mampu mengidentifikasi apa isi siaran tersebut. Selain itu, adanya kode klasifikasi tayangan untuk melindungi penonton anak dan remaja dari konten yang dapat mempengaruhi perkembangan kesehatan fisik dan psikis mereka.

Penggolongan program tayangan berdasarkan usia dalam Standar Program Siaran (SPS) Pasal 33-39, yaitu:

  1. Klasifikasi P: Siaran untuk anak-anak usia pra-sekolah, yakni khalayak usia 2-6 tahun yang diutamakan tayang pada jam 07.00 – 09.00 dan 15.00 – 18.00.
  2. Klasifikasi A: Siaran untuk anak-anak, yakni khalayak usia 7-12 tahun yang diutamakan tayang pada jam 05.00 – 18.00 waktu setempat
  3. Klasifikasi R: Siaran untuk remaja, yakni khalayak usia 13-17 tahun yang diutamakan tayang diluar jam 22.00 - 03.00
  4. Klasifikasi D:Siaran untuk dewasa, yakni khalayak usia di atas 17 tahun ditayangan pada jam 22.00 – 03.00 waktu setempat
  5. Klasifikasi SU: Siaran untuk khalayak berusia di atas 2 tahun

Tayangan dengan konten mistis, supranatural, atau berkonten kekerasan hanya boleh ditayangan pada klasifikasi D. Program tayangan dengan klasifikasi P (2-6), A (7-12) dan R (13-17) harus disertai dengan imbauan atau peringatan tambahan tentang arahan dan bimbingan orang tua yang ditampilkan pada awal tayangan (Standar Program Siaran pasal 34). Jika ada tayangan yang tidak menampilkan kode klasifikasi usia atau konten tayangan tidak sesuai dengan klasifikasi usia yang ditampilkan berarti tayangan tersebut melanggar aturan yang ada. Bila ditemukannya stasiun televisi yang melanggar SPS tersebut, Komisi Penyiaran Indonesia tentunya akan melayangkan sanksi bagi pihak stasiun televisi tersebut.
Maka dari itu pengklasifikasian ini sejatinya sangat bermanfaat bagi kita, serta bagi orang tua untuk memilih tayangan yang pantas pada usia buah hatinya.

Vidhih Uttamam Anugrahita
130905121 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author